Indonesia Berita Times 247

logo

Populer Post

ads

quang cao
Sự kiện tiêu biểu

Jokowi Ngamuk Soal Utang Indonesia, Pakar Ekonomi Bongkar Ancaman Terburuk untuk Indonesia

(Blogtamsu) - Kadiv Advokasi dan Hukum DPP Partai Demokrat, Ferdinand Hutahaean menantang pemerintah membuka data utang negara. Dilansir melalui akun Twit....

Công Nghệ Webblog - Chuyên nhận rip, thiết kế, cung cấp: Template blogspot, template blogger chuẩn SEO, Tối ưu website, tích hợp tin tức, giỏ hàng cho blogger bán hàng...

Kadiv Advokasi dan Hukum DPP Partai Demokrat, Ferdinand Hutahaean menantang pemerintah membuka data utang negara.
Dilansir melalui akun Twitter pribadinya‏ @LawanPoLitikJKW yang ia tuliskan pada Sabtu (7/4/2018).
Diketahui Jokowi memberikan pidatonya saat menghadiri Konvensi Nasional Galang Kemajuan Center atau GK Center di Bogor, Jawa Barat.
Saat itu, Jokowi menanggapi soal isu utang negara selama dia menjabat Presiden RI.
Dia menjelaskan, sedari awal dia dilantik, utang negara sudah ribuan triliun.
Jokowi mengatakan dirinya sadar ‘diserang’ oleh berbagai isu. Saat ini, dia ‘diserang’ isu utang negara yang membengkak.
Jokowi menjelaskan, sejak dirinya dilantik, Indonesia sudah memiliki utang sebesar Rp 2.700 triliun.
Nilai itu kemudian terus membengkak akibat adanya bunga.
“Saya dilantik utangnya sudah Rp 2.700 triliun. Saya ngomong apa adanya. Bunganya setiap tahun Rp 250 triliun. Kalau 4 tahun sudah tambah 1.000,” kata Jokowi.
“Ngerti nggak ini?” tambah Jokowi.
Video Jokowi Marah Diserang Soal Utang :
Dia pun meminta masyarakat berpikir jernih terkait isu utang negara selama dia memimpin. Dia menegaskan tidak mungkin menambah utang negara dalam jumlah besar.
“Supaya ngerti, jangan dipikir saya utang segede itu. Enak aja,” katanya
Menanggapi pernyataan Jokowi yang sebut utang Indonesia sudah Rp 2.700 triliun saat dirinya dilantik, Ferdinand Hutahaean memberi kritik.
Menurut Ferdinand, pernyataan Jokowi itu aneh.
“Sy dilantik utangnya sdh Rp.2.700 T. Sy bicara apa adanya.Bunganya setiap@tahun Rp.250T. Kalau 4 thn sdh tambah Rp.1000 T. Mengerti ngga ini? Spy menegerti, jgn pikir sy utang sebesar itu.” Begitulah pernyataan pak @jokowi ,yg aneh bg sy, mmg bunga utang itu jd utang baru pak?
Ferdinand menyebut bahwa Bunga utang dan cicilan pembayarannya sudah ada dalam perjanjian dan tata cara pembayarannya.
“Bunga utang dan cicilan pembayarannya sdh ada dlm perjanjian dan tata cara pembayarannya. Bunga & cicilan sdh ada skema pembayarannya dan posnya dr mana, bkn menjadi utang baru. KEGAGALAN PEMERINTAH MEMENUHI TARGET PENERIMAANLAH YANG MEMBUAT UTANG JD BERTAMBAH, BKN BUNGA UTANG,” tulisnya.
Ferdinand menantang Jokowi untuk membuka data utang negara.
“Kalau bunga utang jd utang, berarti pak @jokowi tdk prnah bayar cicilan dan bunga utang negara sehingga di konversi jd utang? Trus utang2 yg bertambah di era bapak itu bkn utang negara? Mk itu perlu pak Presiden membuka data utang kita secara terbuka,” tulisnya.
Ferdinand menyebut, tantangan darinya itu tidak bermaksud membuat gaduh, jsutru membuka pikiran publik agar tidak saling tuduh.
“Spy tdk menjadi gaduh ttg utang ini, spy tdk saling tuduh dan spy publik tau kebenaran faktual. Ini penting, saya tantang PEMERINTAH MEMBUKA DATA UTANG MEGARA SECARA TERBUKA, SEJAK INDONESIA ADA. Publik jgn disuguhi retorika yg tdk jujur,” tulis Ferdinand.
Membongkar Data, Mengapa Utang Indonesia Membengkak!
Apa sebenarnya yang membuat utang Indonesia kini begitu membengkak?
Saat ini, ditaksir Utang Luar Negeri (ULN) sudah nyaris 5000 T atau dengan angka 4.800 T.
Apa penyebabnya.
Banyak silang pendapat mengenai ULN Indonesia. Bahkan Jokowi sampai meluapkan emosinya dalam sebuah pidato.
Yah, resiko terbesar seorang Presiden, Jokowi akan terus diserang karena ULN.
Dilansir Sripoku.com dari BBC Indonesia.
Pada data yang dikeluarkan Bank Indonesia (BI) Februari lalu, Utang Luar Negeri (ULN) Indonesia 2017 silam mencapai US$352,2 miliar atau sekitar Rp4.849 triliun (kurs Rp13.769).
Jumlah itu naik 10,1% dibandingkan tahun sebelumnya. Sebagai gambaran, pada 2016, ULN Indonesia ‘hanya’ naik sebesar 3%.
Peningkatan ULN ini cukup drastis karena “sejalan dengan kebutuhan pembiayaan untuk pembangunan infrastruktur dan kegiatan produktif pemerintah lain”, ungkap Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi BI, Agusman, dalam keterangan resminya.
Pemerintahan Presiden Joko Widodo pernah mengungkapkan bahwa untuk membangun infrastruktur di berbagai penjuru negeri pada 2015-2019, Indonesia membutuhkan anggaran sekitar Rp5.000 triliun.
“Biaya itu tidak bisa semuanya dibiayai Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), atau APBD, sehingga pemerintah mencari jalan lain, yaitu menarik investasi dari luar negeri dengan menerbitkan surat utang,” ungkap Ekonom Bank Permata, Josua Pardede.
Dalam lebih tiga tahun memimpin, pemerintahan Jokowi menyebut telah membangun di antaranya 2.623 km jalan aspal, sebagian besar di “Papua, perbatasan Kalimantan dan Nusa Tenggara Timur”; lebih dari 560 km jalan tol; lebih 25.000 meter jembatan; sejumlah bandar udara; proyek Light Rail Transit (LRT) Jabodebek dan Palembang, serta Mass Rapid Transit (MRT) Jakarta.
Aman atau tidak?
Ekonom INDEF, Enny Sri Hartati, menyebut jumlah utang tersebut “pasti tidak aman” karena bunga dan cicilannya dibayar dengan “gali lubang, tutup lubang”. Utang baru dianggap aman kalau pelunasannya “tidak mengganggu likuiditas”.
Hak atas fotoAFPImage captionPakar ekonomi silang pendapat soal masih aman atau tidaknya jumlah utang luar negeri Indonesia.
Kondisi gali lubang tutup lubang ini muncul akibat rasio penerimaan pajak, yang merupakan salah satu sumber dana untuk membayar ULN, “juga turun”.
Realisasi penerimaan pajak Indonesia pada 2017 mencapai Rp1.151 triliun atau ‘hanya’ 89,7% dari target pada APBN-P 2017.
Enny mengungkapkan kondisi tersebut “akan dilihat pasar sebagai risiko fiskal, yang membuat pasar keuangan Indonesia jadi rapuh dan mudah sekali timbul kekhawatiran. Kalau dollar menguat, orang akan cepat khawatir akan terjadi aliran dana keluar.”
Hak atas fotoAFPImage captionPenerimaan pajak yang tidak mencapai target, dinilai seorang ekonom INDEF membuat tingkat ULN Indonesia menjadi tidak aman.
Ditambahkannya lagi, meskipun utang untuk pembangunan infrastruktur, tetapi “rasa percaya diri pasar, masih relatif stagnan.
Ini terlihat dari pertumbuhan investasi pada triwulan tiga dan empat tahun 2017, yang meskipun bertumbuh, tetapi hanya di sektor jasa, bukan ke sektor riil (pertanian, pertambangan, industri) yang lebih punya efek berganda pada kesejahteraan masyarakat.”
Meskipun begitu, Menteri Keuangan Sri Mulyani menyatakan bahwa kondisi utang Indonesia “masih aman”, karena jika dibandingkan dengan produk domestik bruto (PDB) masih berada di kisaran 34% dan menambahkan utang tidak boleh melebihi 60% dari PDB negara.
Namun, Enny tidak setuju dengan itu karena dia menganggap rasio utang terhadap PDB hanyalah salah satu indikator:
“Tidak ada yang menjamin, rasio tingkat utang aman itu adalah di bawah 60%. Kita lihat Portugal, sebelum dinyatakan bangkrut, rasio utangnya juga dibilang aman-aman saja.”
Ekonom Bank Permata, Josua Pardede, tidak sejalan dengan Enny, Berpotensi akibatkan krisis ekonomi
Menurutnya ULN Indonesia masih dalam batas aman, karena 80% nya adalah dalam bentuk Surat Utang Negara “dengan tenor jatuh tempo jangka panjang, yaitu rata-rata delapan sampai 10 tahun.
Meskipun begitu, kepada BBC Indonesia, ekonom Josua Pardede menekankan bahwa pemerintah tetap harus berhati-hati terhadap ULN swasta. Dari total Rp4.849 triliun ULN Indonesia, 49% adalah milik swasta.
“ULN swasta berpotensi menciptakan krisis (ekonomi), seperti yang terjadi pada 1997,” tegas Josua.
ULN swasta bisa ‘berbahaya’ karena tidak bisa dikontrol pemerintah. Pengelolaan dan pembayaran utang pokok dan bunganya, hanya bergantung pada perusahaan peminjam itu sendiri.
“Khususnya bagi perusahaan swasta dalam negeri yang tidak melakukan hedgingatau lindung nilai (sejenis penjaminan). Misalnya dia berutang dalam dollar, tetapi pendapatannya dalam rupiah, sehingga terjadi missmatch, kondisi inilah yang memicu krisis 1997/1998.”
Hak atas fotoAFPImage captionULN swasta dinilai seorang ekonom, bisa ‘berbahaya’ karena tidak bisa dikontrol pemerintah.
Josua mengungkapkan menjelang krisis 1997, banyak perusahaan swasta yang menarik ULN dalam jumlah besar. Namun, ketika terjadi krisis utang yang dipicu pelemahan mata uang Baht Thailand, Rupiah ikut melemah, sehingga banyak utang yang gagal bayar.
Kondisi inilah yang ditakutkannya terjadi lagi di Indonesia, jika ULN swasta terus membengkak.
Peningkatan ULN swasta ini adalah ironi dari perbaikan ekonomi. Pada saat ekonomi membaik, maka semakin banyak pula perusahaan yang ingin mengekspansi bisnisnya.
Perusahaan memilih sumber dananya dari pinjaman luar negeri, karena “suku bunga di luar negeri lebih kompetitif, bahkan di Jepang (suku bunganya) masih negatif”.
Seharusnya biayai infrastruktur dengan apa?
Josua Pardede menyebut ULN bisa ditekan dengan mencari sumber dana lain bagi pembiayaan infrastruktur. Salah satu pilihan yang dinilainya patut dipertimbangkan pemerintah adalah investasi swasta dalam negeri.
Suntik dana ke Go-Jek, Google ‘dapat tingkatkan nama baik di mata pemerintah Indonesia’
Apa yang diceritakan Google Maps tentang kondisi ekonomi Anda?
Pembatasan masa jabatan dicabut, Xi Jinping ‘akan menjadi presiden seumur hidup’ di Cina
Menurutnya investasi swasta di sektor infrastruktur masih relatif rendah.
“Pertumbuhannya kurang dari 10%”. Minimnya investasi swasta ini karena tingkat risiko proyek infrastruktur cukup tinggi dan kurang cepat ‘menguntungkan’ karena pembiayaannya dalam jangka panjang,” jelas Josua.
Ekonom INDEF, Enny Sri Hartati, berpendapat sama, dengan menyebut pemerintah harus lebih selektif dalam memilih proyek yang didanai:
“Misalnya, pemerintah fokus saja pada proyek yang sifatnya untuk kepentingan publik dan infrastruktur publik. Di luar itu biarkan swasta.”
“Tol di Jawa misalnya, tidak perlu pakai APBN. Asalkan skemanya, formulasinya jelas, pasti akan laku seperti kacang goreng untuk digarap swasta. Pemerintah hanya jadi penjamin, karena sudah ada undang-undang pembebasan lahan untuk kepentingan publik. Jadi tidak perlu lagi mengeluarkan surat utang.”
Enny menambahkan, Indonesia ‘seharusnya’ meniru Cina, yang memberikan “karpet merah” penanganan proyek komersial, kepada investor swasta.
“Kalau kita terbalik, yang hajat hidup orang banyak, misalnya minyak dan gas, itu yang 50% kuasai swasta, bahkan asing pula. Sementara ada yang tidak hajat hidup orang banyak, kita (pemerintah) yang garap.”

Xem thêm>>

Xem thêm>>

Đóng liên hệ [x]
hotline0916 72 69 59